Kamis, 30 Agustus 2018

Pelabuhan Tanjung Priok Sebagai Aset Negara Bekal Masa Depan Kesejahteraan Rakyat


Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu jalur trade market terbesar di dunia dituntut untuk melakukan transformasi menjadi lebih modern dan efisien. Sebagai mata rantai transportasi dan logistik, pelabuhan laut merupakan salah satu titik dari pertemuan dan perpindahan barang atau orang dari moda transportasi darat ke moda transportasi laut, atau sebaliknya. Era keterbukaan dan kecanggihan teknologi informasi membuktikan aktivitas pelabuhan setiap hari. 

SP JICT Pelabuhan
Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara

Pelabuhan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Salah satu contohnya yaitu dengan adanya proyek pendulum nusantara yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai wujud dukungan program pemerintah yang tercantum dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk dapat mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran di kalangan masyarakat Indonesia. Pelabuhan-pelabuhan tersebut akan ditingkatkan baik fasilitas maupun infrastrukturnya untuk dapat melayani kapal dengan ukuran relatif besar sehingga dapat menurunkan biaya logistik nasional dan mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia.


Sejarah Pelabuhan Tanjung Priok Anak Kandung Pelindo II

Tentu sejarah tidak pernah terlupakan, saya akan mengulas sedikit tentang sejarah Tanjung Priok sebagai anak kandung cikal bakal PT Pelabuhan Indonesia II (pelindo II). Bermula dari keputusan pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1960 untuk membentuk Perusahaan Negara (PN) Pelabuhan I hingga Pelabuhan VIII sebagai pengelola pelabuhan laut di seluruh Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1960. 

SP JICT Pelabuhan
Transportasi trade market Pelabuhan Tanjung Priok, jakarta Utara

BPP (Badan Pengusahaan Pelabuhan) yang terdiri dari PN Pelabuhan I hingga Pelabuhan VIII bertanggung jawab terhadap pengelolaan aspek komersial, sementara aspek operasional dikoordinasikan oleh Lembaga Administrator Pelabuhan (Adpel). Peristiwa Tanjung Priok 1984 dan 2010 adalah tragedi sejarah yang mau tak mau menyadarkan kita bahwa aset negara dan kekuasaan beda tipis.


PT. Jakarta International Container Terminal didirikan tahun 1999 dengan bidang usaha bongkar muat peti kemas ekspor - impor di Pelabuhan Tanjung Priok. TPK Koja juga melayani hal yang sama untuk Terminal Koja. Saat itu mayoritas saham (51%) PT JICT dikuasai Hutchison Port Jakarta (HPJ), semula bernama Grossbeak Pte Ltd. Sisanya 48,9% dimiliki PT Pelindo II dan 0,1% dimiliki Koperasi Pegawai Maritim. Demikian juga dengan TPK Koja, 49% sahamnya dimiliki Hutchison Port Indonesia (HPI), anak usaha HPH lainnya.

SP JICT Pelabuhan Tanjung Priok
Operasi Hutchison terhadap Pelabuhan Tanjung Priok dan TPK Koja


Merujuk pada UU No 7 Tahun 2008, pelabuhan memiliki tiga fungsi dalam perdagangan, yaitu sebagai mata rantai transportasi, sebagai entitas industri, dan pintu gerbang negara. Sebagai entitas industri, pelabuhan merupakan jenis industri tersendiri. Aktivitas ekspor-impor di pelabuhan, menjadikan pelabuhan sebagai tempat berbisnis berbagai jenis usaha seperti perbankan, transportasi, perusahaan leasing peralatan bongkar muat, termasuk bea-cukai.


Perjuangan JICT Bertransformasi hingga Seaports Management BV

Tentu Pelabuhan Tanjung Priok menyakini bahwa hanya dengan layanan jasa kepelabuhanan yang baik, maka kapal-kapal kelas dunia akan mau bersandar di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Good Ship, Good Port. Bad Ship, Bad Port. Itulah sebabnya pelabuhan harus tetap menjadi aset negara yang akan dilanjutkan rotasinya oleh anak-anak bangsa.

Namun, selama ini kita tidak pernah mengetahui masalah terselubung dibalik pintu pelabuhan Tanjung Priok yang sekarang ini terikat kontrak dengan negara asing yaitu Hutchison. Kisah tragis yang dialami PT JICT dan TPK Koja itulah yang menjadi perhatian anak-anak bangsa yang sedang bekerja di kedua perusahaan tersebut.


Di saat bersamaan (tanggal 30 Maret 1999) PT. JICT melakukan perjanjian dengan Seaports Management BV dalam hal “acces to technical knowhow and services” atau akses atas keterampilan dan jasa teknis selama 20 tahun. Untuk semua kesalahan tersebut, PT JICT harus membayar beban imbalan jasa kepada Seaports Management BV sebesar 14,08% dari hasil laba bersih bulanan setelah dipotong pajak sesuai dengan rekening manajemen.

SP JICT Pelabuhan Tanjung Priok
SP JICT Pelabuhan Tanjung Priok


Namun pembayaran fee technical know-how and services kepada Seaports Management BV selama itu diduga tidak benar (bodong). dibuktikan dengan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa KPP Besar Dua, Direktorat Jenderal Pajak tanggal 25 Februari 2015 menyebutkan, PT JICT tidak bisa memberikan bukti atau dokumen bukti adanya pembebanan biaya technical know-how and services. Seaports Management BV merupakan perusahaan fiktif buatan Hutchison Port Holdings (HPH) Ltd untuk menambah pundi-pundi pendapatannya dari PT JICT.


Di balik semua masalah yang menerpa JICT, anak-anak bangsa yang berkarya di dalamnya berhasil menorehkan banyak prestasi. Pada Juni 2016 JICT meraih predikat terminal terbaik di Asia kategori kapasitas di bawah 4 juta twenty foot equivalent units (TEUs) di ajang Asian Freight Logistic And Supply Chain Award atau AFLAS 2016. Ini menjadi penghargaan keempat kalinya yang diraih JICT. Sebelumnya JICT meraih penghargaan yang sama pada tahun 2011, 2012, dan 2015. Prestasi anak-anak bangsa di JICT mendorong beberapa pelabuhan luar untuk belajar kepada mereka dengan mengundang anak bangsa untuk memberikan pelatihan dan transfer of knowledge di Sohar, Oman dan Dar er Salam, Tanzania dan Pelabuhan Felixstowe, Inggris.

SP JICT Pelabuhan Tanjung Priok
Jakarta International Container Terminal (JICT) Pelabuhan Tanjung Priok


Indikasi Perpanjangan Kontrak JICT dengan Negara Asing

Meski berbagai prestasi telah ditorehkan anak-anak bangsa ini di JICT, namun tidak bisa membuat hati para petinggi Pelindo II memberikan kepercayaan pada mereka. Entah kenapa kemudian secara tiba-tiba Dirut Pelindo II saat itu, RJ Lino, pada 5 Agustus 2014 membuat kesepakatan perpanjangan kontrak JICT ke Hutchison hingga 2039. Padahal kontrak Hutchison yang diteken pada 1999 sendiri baru berakhir pada 2019. Kontan keputusan yang aneh itu mengundang tanda tanya, ada apa? 

SP JICT Pelabuhan Tanjung Priok


Hampir semua masyarakat Indonesia awam tentang pelabuhan kita yang saat ini sedang kontroversi. Baik itu tentang Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT), perpanjangan kontrak pelabuhan kepada negara asing dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja. 


Sejatinya pelabuhan adalah kawasan strategis dan simbol kedaulatan negara. Privatisasi pelabuhan kepada asing sama saja mengobral rahasia pertahanan negara. Jika putra putri bangsa mampu kelola dan operasikan pelabuhan nasional, kenapa harus dikontrakkan terus kepada negara asing. Oleh karenanya, sudah saatnya sektor-sektor strategis seperti pelabuhan harus dikelola secara mandiri, sehingga seluruh nilai tambah pengelolaan pelabuhan benar-benar diabdikan untuk kemakmuran bangsa Indonesia.

UUD 1945 pada Pasal 33 Ayat 1: “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Termasuk pelabuhan seperti JICT sudah seharusnya dikelola secara mandiri, bukan diserahkan ke tangan asing. 

Setelah memanggil beberapa menteri terkait, direksi dan komisaris Pelindo II, direksi JICT, lembaga konsultan asing, pengacara, dan beberapa kalangan lainnya, Pansus akhirnya menemukan persoalan mendasar di Pelindo II. Permasalahannya meliputi:
  1. Kegiatan pengadaan barang dan jasa.
  2. Perpanjangan pengelolaan PT JICT antara PT Pelindo II dengan HPH.
  3. Program pembangunan dan pembiayaan Terminal Pelabuhan Kalibaru oleh PT Pelindo II.
  4. Kasus penerbitan Obligasi Global (Global Bond) senilai USD 1,58 miliar atau setara Rp 21 triliun.
  5. Tata kelola perusahaan PT Pelindo II, termasuk persoalan pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang sangat serius.


SP JICT Pelabuhan Tanjung Priok


Pansus kemudian meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa perpanjangan kontrak kelola PT. JICT antara Pelindo II dengan HPH. Berdasar laporan BPK dan berbagai informasi yang berhasil ditemukan, dalam Sidang Paripurna DPR tanggal 17 Desember 2015 Pansus Pelindo II menyimpulkan bahwa Meneg BUMN maupun Dirut Pelindo II telah bertindak tidak memenuhi asas umum pemerintahan. Pansus juga menilai telah terjadi pelanggaran UU Ketenagakerjaan yang dilakukan Pelindo II dan JICT karena secara sewenang-wenang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Adapun rekomendasi Pansus pada tenagakerja pelabuhan :
  1. Pembatalan perpanjangan kontrak JICT 2015-2018 yg terindikasi kuat telah merugikan negara dan menguntungkan pihak asing.
  2. Penghentian praktik pemberangusan serikat pekerja dan mempekerjakan kembali pekerja yang di-PHK.
  3. Mendorong aparat penegak hukum untuk melanjutkan penyidikan atas pelanggaran undang-undang yang mengakibatkan kerugian negara.
  4. Merekomendasikan kepada Menteri BUMN untuk segera memberhentikan Dirut Pelindo II.



Pembuktian Perpanjangan Kontrak oleh Jamdatum Hingga Jonan SP JICT

Terbentuknya Panitia Khusus Angket DPR RI tentang Pelindo II pada akhir Oktober 2015, menjadi pintu awal pengungkapan pelanggaran hukum kasus perpanjangan kontrak jilid II JICT (2019-2039) kepada Hutchison. Namun saat sidang Pansus Pelindo II, BPKP dan Jamdatun mengaku tidak pernah memberikan lampu hijau agar kontrak JICT bisa diperpanjang kembali dengan perusahaan milik taipan Hong Kong Li Ka Shing. 


Pansus Pelindo II melihat LO Jamdatun tidak bersifat mengikat dan bukan dasar hukum sebuah kebijakan yang dikeluarkan PT Pelindo II. Rekomendasi Pansus Pelindo II menjadi petunjuk BPK mengungkap misteri kontrak JICT. Alhasil BPK menemukan perpanjangan kontrak JICT jilid II melanggar UU 17/2008 karena dilakukan tanpa izin konsesi pemerintah dan merugikan negara Rp 4,08T.

SP JICT Pelabuhan Tanjung Priok
Penyimpangan Hukum Perjanjian Kontrak JICT

KPK terus melakukan penyelidikan kasus JICT. Namun belum dapat dipastikan kapan KPK akan mengumumkan tersangka dugaan kasus korupsi kontrak JICT, karena sejumlah temuan BPK terkait pelanggaran hukum dan kerugian negara masih terus didalami. Di sisi lain, Sejak 2012 Serikat Pekerja PT JICT telah menyampaikan aspirasi, supaya JICT dapat dikelola mandiri ketika kontrak dengan Hutchison berakhir pada 2019.


SP JICT telah memulai kampanye untuk membangun kesadaran pentingnya pengelolaan aset strategis nasional. Dalam hal ini, pelabuhan merupakan aset nasional yang sangat strategis sebagai gerbang lalu lintas barang dan jasa lintas negara. Namun, pada 5 Agustus 2014 Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino justru secara mendadak melakukan perpanjangan kontrak JICT selama 20 tahun lagi hingga 2039. SP JICT merespon penandatanganan kontrak kerjasama tersebut dengan menyampaikan aspirasi ke Istana Negara. Bersamaan dengan itu Pelindo II memasang iklan secara masif di media nasional terkait dengan perpanjangan kontrak tersebut.

SP JICT Pelabuhan Tanjung Priok
Aset Negara Terminal Petikemas Koja (TPK)

Menyadari kekuatan korporasi yang dihadapi selain sekadar aksi-aksi kampanye, SP JICT mulai membangun awareness pada aset strategis nasional, gerakan SP JICT pun berkembang lebih sistematis dan masif. Di Senayan, SP JICT menemui wakil rakyat. Usaha keras merebut kedaulatan maritim itu mulai berbuah saat dibentuk Panitia Kerja Komisi VI, respons positif dari Komisi IX dan berujung pada pembentukan Pansus Pelindo II atas usul Komisi III. Atas dasar itu Menhub meminta Menteri BUMN memerintahkan Dirut Pelindo II menyesuaikan seluruh kerja sama yang telah dilakukan dengan pihak ketiga sesuai ketentuan perundang-undangan & melaporkan rencana kerjasama kepada Otoritas Pelabuhan.


Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sebenarnya memiliki posisi yang menguntungkan. Kapal-kapal yang datang dari Samudera Hindia dengan tujuan AsiaTimur Jauh akan melintasi wilayah perairan Indonesia melalui Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Timor. Sebagian besar kapal tersebut akan melalui Selat Malaka dan Selat Sunda karena jaraknya yang paling dekat. Sedangkan yang melalui tidak terlalu banyak dan umumnya adalah kapal-kapal berukuran besar seperti super tanker. 


Betapa mirisnya nasib negara kita apabila aset negara Pelabuhan Tanjung Priok jatuh kepada tangan orang yang tidak bertanggungjawab. Pelabuhan tentu sangat bisa mensejahterakan rakyat Indonesia. Dengan mendukung hak negara secara keseluruhan dan dijalankan oleh anak-anak bangsa.

#SaveJICT
#SaveNationalAsset

3 komentar:

Okti Li mengatakan...

Baru tahu kalau JICT sudah meraih predikat terminal terbaik di Asia kategori kapasitas di bawah 4 juta twenty foot equivalent units (TEUs) di ajang Asian Freight Logistic And Supply Chain Award atau AFLAS 2016. Dan ini untuk ke empat kalinya ya? Keren... Selamat ya. Semoga kesejahteraan kuli panggul di pelabuhan juga semakin meningkat. Amin...

Git Agusti mengatakan...

Sering dengar nama pelabuhan ini, namun tidak dengan jejak sejarahnya, sekarang jadi tahu, thanks Mbak

tallysyifa mengatakan...

Kok ngeri yaa.. Di mana ada proyek besar seringkali ada saja yang nyerempet ke korupsi. Namun di balik kasus pedih itu penghargaan demi penghargaan diraih oleh anak bangsa. Salut.

Foodcraft Multigrain Premix Powder Sereal Nutrisi Penuh Pengganti Sarapan Untuk Hidup Lebih Sehat

Memiliki tubuh yang sehat terhindar dari berbagai macam penyakit adalah impian semua orang. Sehat dengan lingkungan bersih serta sehat denga...